KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmatnya, inayah, dan hidayah-Nyapenulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Selanjutnya shalawat dan salam tiada henti
selalu tercurah kepada junjungan nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Kami sebagai penulis
menyadari bahwa dalam penyelesaian pembuatan makalah tidak terlepas dari
kesalahan. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk dapat
menyumbangkan kritik dan sarannya demi
kesempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan dengan
makalah ini dapat membantu kita sebagai mahasiswa khususnya Program Studi
bahasa dan sastra indonesia (kelas VI D) agar lebih memahami kajian bahasa di
dalam Sosiolinguistik.
Palembang, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………i
Daftar isi …………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………….. 1
1.1
latar belakang …..........................................
1
1.2
Masalah……………………………………… 1
1.3
Tujuan………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………….. 2
2.1 Pengajaran bahasa ke
dua……………………….. 2
2.2 Pragmatik dan pengajaran bahasa
………………. 6
BAB III PENUTUP ……………………………………………
3.1 Kesimpulan……………………………………… 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sebagai alat
komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji
secara internal maupun secara eksternal. Sosiolinguistik adalah cabang ilmu
linguistic yang bersifat interdispliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek
penelitian hubungan antara bahasa dan faktor-faktor social didalam satu masyrakat tutur. Didalam bahasa kedua.
Pengajaran bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan
dasar (kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki
pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal
ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat
menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang
bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Secara
sosiolinguistik ‘’materi’’ yang ada didalam konsep pragmatic memang sudah
seharusnya diajarkan kepada murid-murid agar mereka dapat menggunakn bahasa
sesuai dengan yang menjadi interlekutornya (lawan bicara), topic pembicaraan,
situasi, dan tempat pembicaraan, tujuan pembicaraan dan sarana yang digunakan. Pembedaan
ragam baku dan nonbaku adalah berdasarkan penggunaannya.
1.2 Masalah
1. Bagaimana pengajaran bahasa kedua?
2. Bagaimana
hubungan pragmatik dengan pengajaran bahasa?
1.3 Tujuan
Agar Mahasiswa dapat
memahami tentang keterampilan berbahasa khususnya tentang bahasa kedua bagi
anak-anak, bagaimana berbicara yang baik, dan sopan untuk menunjang komunikasi
dalam setiap berbicara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengajaran Bahasa Kedua
Dalam masyarakat multilingual tentu akan ada pengajaran
bahasa kedua (dan mungkin juga ketiga).
Bahkan kedau ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, bahasa
resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk pribumi).
Pengajaran bahasa kedua tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik.
Pengajaran
bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar
(kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki
pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal
ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat
menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang
bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Pola-pola
dan unsur bahasa pertamanya, yang selama ini yang selalu digunakan diluar
rumah, akan terbawa masuk ketika mereka berbahasa Indonesia, sebagai
sosioliuistik yang disebut interferensi.
Para penganjur
pendekatan linguistic kontrastif berpendirian bahwa penguasaan suatu bahasa
tidak lain dari pembentukan kebiasaan-kebiasaan (Darjowidjojo 1974, 1978). Oleh
karna itu, untuk dapat menguasai bahasa kedua jalan yang paling tepat adalah
latihan terus-menerus, tanpa henti, sehingga pada suatu saat akan membentuk
kebiasaan-kebiasaan seperti yang telah terjadiketika mempelajari bahasa
pertama. Memang jarang ada orang dapat menguasai bahasa kedua sama persis
dengan persoalan penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, karena bahasa Indonesiaadalah bahasa nasional dan bahasa
resmi Negara, maka penguasaan yang
optimal perlu diusahakan.
A. Starategi
Belajar Bahasa Kedua
Dalam kaitanya dengan
proses belajar bahasa kedua perlu diperhatikan beberapa strategi yang dapat
diterapkan, ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa yaitu:
1.
Strategi perencanaan dan belajar
positif
2.
Strategi aktif
3.
Strategi empatik
4.
Strategi formal
5.
Strategi eksperimental
6.
Strategi semantic
7.
Strategi praktis
8.
Strategi komunikasi
9.
Strategi monitor
10. Strategi
internalisasi
B.
Prinsip dan Metode Pengajar Bahasa
Kedua
1.
Belajar bahasa kedua (B2)adalah
belajar dalam konteks pemakaian bahasa yang sebenarnya
2.
Belajar bahasa kedua (B2) adalah
belajar menggunakan Bahasa kedua (B2) tersebut dalam berbagai fungsinya
3.
Siswa harus dilatih menggunkan bahasa
secara tepat
4.
Pengajaran bahasa perlu memperhatikan
kebutuhan efektif dan konektif pelajaran
5.
Pemahaman budaya bahasa kedua perluh
ditumbuhkan dalam pengajaran bahasa ke dua
6.
Metode tata bahasa terjemahan tidak
membuat siswa terampil menggunakan bahasa, tetapi tahu tentang bahasa
7.
Metode langsung diterapkan melalui kegiatan
dialog, tubian pola, dan penerapan
8.
Tujuan pengajaran bahasa komunikatif
adalah, agar siswa dapat berkomunikasi dalam permainan bahasa yang sebenarnya
dalam bentuk bahasa yang diterima.
9.
Pengajaran dengan respons fisik
totalmenekankan penguasaankemampuan menyimak pada awal pelajaran.
2.2 Pragmatik dan Pengajaran Bahasa
Kurikulum
1984 memasukan pragmatiksebagai salah satu pokok bahasan ( yang lain : membaca,
struktur, menulis, dan apresiasi bahasa dan sastra) yang harus diberikan dalam
pengajaran bahasa. Konsep umum yang bisa ditangkap dari sekian banyak pertemuan
bahwa pragmatic adalah keterampilan menggunakan bahasa menurut partisipan,
topic pembicaraan, tujuan pembicaraan stuasi dan tempat berlangsungnya
pembicaraan itu. Kalau pengertian itu ditangkap maka pragmatic itu bisa
dikatakan identik dengan masalah pokok dalam sosiolinguistik, yaitu ‘’siapa
berbicara, dengan bahasa apa, dengan siapa, kapan, dan tujuan apa’’
Secara sosiolinguistik ‘’materi’’ yang ada didalam konsep
pragmatic memang sudah seharusnya diajarkan kepada murid-murid agar mereka
dapat menggunakn bahasa sesuai dengan yang menjadi interlekutornya (lawan
bicara), topic pembicaraan, situasi, dan tempat pembicaraan, tujuan pembicaraan
dan sarana yang digunakan.
Pembedaan ragam baku dan nonbaku adalah berdasarkan
penggunaan ragam bahasa itu untuk situasi resmi dan tidak resmi. Penggunaan bahasa dalam rapat-rapat dinas
atau surat-surat dinas adalah contoh situasi resmi; tetapi penggunaan bahasa
diwarung kopi dengan topic pembicaraan yang tidak menentu adalah contoh
penggunaan bahasa dalam situasi tidak resmi.
Penggunaan ragam baku juga masih terikat dengan status
social lawan bicara, dengan tempat pembicara, dan dengan konteks pembicaraan.
Status social lawan bicara dapat menentukan kata sapaan yang harus digunakan
lawan bicara yang lebih tua dapat disapa dengan kata-kata kakak, bapak, ibu,
saudara, atau tuan. Tempat pembicaraan dapat menentukan kualitas suara yang
digunakan. Berbicara diruang baca sebuah perpustakaan, didalam mesjid, ditepi
jalan yang bising memerlukan kuliatas yang berbeda, yang dimaksud dengan konteks pembicaraan bisa berkenaan dengan
pokok atau topic pembicaraan, dengan tepat dan waktu pembicaraan, atau juga
kelompok pendengar tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengajaran
bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar
(kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki
pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal
ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat
menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang
bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Pola-pola
dan unsur bahasa pertamanya, yang selama ini yang selalu digunakan diluar
rumah, akan terbawa masuk ketika mereka berbahasa Indonesia, sebagai
sosioliuistik yang disebut interferensi.
Konsep umum yang bisa ditangkap dari sekian
banyak pertemuan bahwa pragmatic adalah keterampilan menggunakan bahasa menurut
partisipan, topic pembicaraan, tujuan pembicaraan stuasi dan tempat
berlangsungnya pembicaraan itu. Kalau pengertian itu ditangkap maka pragmatic
itu bisa dikatakan identik dengan masalah pokok dalam sosiolinguistik, yaitu
‘’siapa berbicara, dengan bahasa apa, dengan siapa, kapan, dan tujuan apa’’ .
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta : PT Asdi
Mahasatya.
Saidi, Achmad Sani. 2010. Pemerolehan Bahasa. Palembang:
Universitas PGRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar