Selasa, 19 Juni 2012

Pengajaran Bahasa Kedua


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya, inayah, dan hidayah-Nyapenulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Selanjutnya shalawat dan salam tiada henti selalu tercurah kepada junjungan nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian pembuatan makalah tidak terlepas dari kesalahan. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk dapat menyumbangkan kritik dan sarannya  demi kesempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan dengan makalah ini dapat membantu kita sebagai mahasiswa khususnya Program Studi bahasa dan sastra indonesia (kelas VI D) agar lebih memahami kajian bahasa di dalam  Sosiolinguistik.



Palembang,   Mei 2012


Penulis


DAFTAR ISI
Kata pengantar           …………………………………………i                      
Daftar isi                     ……………………………………..     ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………..     1
1.1              latar belakang …..........................................     1
1.2              Masalah………………………………………     1
1.3              Tujuan…………………………………………     1
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………..      2         
            2.1       Pengajaran bahasa ke dua……………………….. 2
            2.2       Pragmatik dan pengajaran bahasa ……………….   6
BAB III PENUTUP ……………………………………………
            3.1       Kesimpulan………………………………………   7
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistic yang bersifat interdispliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dan faktor-faktor social didalam  satu masyrakat tutur. Didalam bahasa kedua. Pengajaran bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Secara sosiolinguistik ‘’materi’’ yang ada didalam konsep pragmatic memang sudah seharusnya diajarkan kepada murid-murid agar mereka dapat menggunakn bahasa sesuai dengan yang menjadi interlekutornya (lawan bicara), topic pembicaraan, situasi, dan tempat pembicaraan, tujuan pembicaraan dan sarana yang digunakan. Pembedaan ragam baku dan nonbaku adalah berdasarkan penggunaannya.
1.2       Masalah
            1. Bagaimana pengajaran bahasa kedua?
2. Bagaimana hubungan pragmatik dengan pengajaran bahasa?

1.3          Tujuan
Agar Mahasiswa dapat memahami tentang keterampilan berbahasa khususnya tentang bahasa kedua bagi anak-anak, bagaimana berbicara yang baik, dan sopan untuk menunjang komunikasi dalam setiap berbicara.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengajaran  Bahasa Kedua
            Dalam masyarakat multilingual tentu akan ada pengajaran bahasa kedua (dan mungkin juga ketiga).  Bahkan kedau ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk pribumi). Pengajaran bahasa kedua tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik.
Pengajaran bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Pola-pola dan unsur bahasa pertamanya, yang selama ini yang selalu digunakan diluar rumah, akan terbawa masuk ketika mereka berbahasa Indonesia, sebagai sosioliuistik yang disebut interferensi.
Para penganjur pendekatan linguistic kontrastif berpendirian bahwa penguasaan suatu bahasa tidak lain dari pembentukan kebiasaan-kebiasaan (Darjowidjojo 1974, 1978). Oleh karna itu, untuk dapat menguasai bahasa kedua jalan yang paling tepat adalah latihan terus-menerus, tanpa henti, sehingga pada suatu saat akan membentuk kebiasaan-kebiasaan seperti yang telah terjadiketika mempelajari bahasa pertama. Memang jarang ada orang dapat menguasai bahasa kedua sama persis dengan persoalan penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, karena  bahasa Indonesiaadalah bahasa nasional dan bahasa resmi Negara, maka penguasaan  yang optimal perlu diusahakan.                 


A.     Starategi Belajar Bahasa Kedua
Dalam kaitanya dengan proses belajar bahasa kedua perlu diperhatikan beberapa strategi yang dapat diterapkan, ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa yaitu:
1.      Strategi perencanaan dan belajar positif
2.      Strategi aktif
3.      Strategi empatik
4.      Strategi formal
5.      Strategi eksperimental
6.      Strategi semantic
7.      Strategi praktis
8.      Strategi komunikasi
9.      Strategi monitor
10.  Strategi internalisasi

B.      Prinsip dan Metode Pengajar Bahasa Kedua

1.      Belajar bahasa kedua (B2)adalah belajar dalam konteks pemakaian bahasa yang sebenarnya
2.      Belajar bahasa kedua (B2) adalah belajar menggunakan Bahasa kedua (B2) tersebut dalam berbagai fungsinya
3.      Siswa harus dilatih menggunkan bahasa secara tepat
4.      Pengajaran bahasa perlu memperhatikan kebutuhan efektif dan konektif pelajaran
5.      Pemahaman budaya bahasa kedua perluh ditumbuhkan dalam pengajaran bahasa ke dua
6.      Metode tata bahasa terjemahan tidak membuat siswa terampil menggunakan bahasa, tetapi tahu tentang bahasa
7.      Metode langsung diterapkan melalui kegiatan dialog, tubian pola, dan penerapan
8.      Tujuan pengajaran bahasa komunikatif adalah, agar siswa dapat berkomunikasi dalam permainan bahasa yang sebenarnya dalam bentuk bahasa yang diterima.
9.      Pengajaran dengan respons fisik totalmenekankan penguasaankemampuan menyimak pada awal pelajaran.
2.2       Pragmatik dan Pengajaran Bahasa  
            Kurikulum 1984 memasukan pragmatiksebagai salah satu pokok bahasan ( yang lain : membaca, struktur, menulis, dan apresiasi bahasa dan sastra) yang harus diberikan dalam pengajaran bahasa. Konsep umum yang bisa ditangkap dari sekian banyak pertemuan bahwa pragmatic adalah keterampilan menggunakan bahasa menurut partisipan, topic pembicaraan, tujuan pembicaraan stuasi dan tempat berlangsungnya pembicaraan itu. Kalau pengertian itu ditangkap maka pragmatic itu bisa dikatakan identik dengan masalah pokok dalam sosiolinguistik, yaitu ‘’siapa berbicara, dengan bahasa apa, dengan siapa, kapan, dan tujuan apa’’
            Secara sosiolinguistik ‘’materi’’ yang ada didalam konsep pragmatic memang sudah seharusnya diajarkan kepada murid-murid agar mereka dapat menggunakn bahasa sesuai dengan yang menjadi interlekutornya (lawan bicara), topic pembicaraan, situasi, dan tempat pembicaraan, tujuan pembicaraan dan sarana yang digunakan.
            Pembedaan ragam baku dan nonbaku adalah berdasarkan penggunaan ragam bahasa itu untuk situasi resmi dan tidak resmi.  Penggunaan bahasa dalam rapat-rapat dinas atau surat-surat dinas adalah contoh situasi resmi; tetapi penggunaan bahasa diwarung kopi dengan topic pembicaraan yang tidak menentu adalah contoh penggunaan bahasa dalam situasi tidak resmi.
            Penggunaan ragam baku juga masih terikat dengan status social lawan bicara, dengan tempat pembicara, dan dengan konteks pembicaraan. Status social lawan bicara dapat menentukan kata sapaan yang harus digunakan lawan bicara yang lebih tua dapat disapa dengan kata-kata kakak, bapak, ibu, saudara, atau tuan. Tempat pembicaraan dapat menentukan kualitas suara yang digunakan. Berbicara diruang baca sebuah perpustakaan, didalam mesjid, ditepi jalan yang bising memerlukan kuliatas yang berbeda, yang dimaksud dengan  konteks pembicaraan bisa berkenaan dengan pokok atau topic pembicaraan, dengan tepat dan waktu pembicaraan, atau juga kelompok pendengar tertentu.

BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Pengajaran bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (kira-kira usia 6 tahun) untuk bahasa nasional, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah (kira-kira berusian 13 tahun) untuk bahasa asing (dalam hal ini bahasa inggris). Menurut Pei (1971) anak-anak pada usia 5 tahun telah dapat menguasai pola bahasa pertamanya, dengan demikian ketika anak Indonesia (yang bahasa pertamanya bahasa daerah) mulai mempelajari bahasa Indonesia. Pola-pola dan unsur bahasa pertamanya, yang selama ini yang selalu digunakan diluar rumah, akan terbawa masuk ketika mereka berbahasa Indonesia, sebagai sosioliuistik yang disebut interferensi.
 Konsep umum yang bisa ditangkap dari sekian banyak pertemuan bahwa pragmatic adalah keterampilan menggunakan bahasa menurut partisipan, topic pembicaraan, tujuan pembicaraan stuasi dan tempat berlangsungnya pembicaraan itu. Kalau pengertian itu ditangkap maka pragmatic itu bisa dikatakan identik dengan masalah pokok dalam sosiolinguistik, yaitu ‘’siapa berbicara, dengan bahasa apa, dengan siapa, kapan, dan tujuan apa’’ .

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.  Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Saidi, Achmad Sani. 2010. Pemerolehan Bahasa. Palembang: Universitas PGRI.





                                                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar