BAB I
1.1.
Latar
belakang
Penelitian Sosiolinguistik yaitu merupakan bidang
garapan antar dua disiplin ilmu, yaitu linguistik yang berkutat dengan masalah
kebahasaan di satu sisi, dengan disiplin sosiologi yang menaruh perhatian pada
masalah sosial/masyarakat di sisi yang lain.
Bidang linguistic yang disebut bidang studi pemakaian
bahasa merupakan bagian terbesar dari pembahasan dalam bidang antar disiplin
yang disebut sosiolinguistik. Dengan kata lain, bidang linguistik berhubungan
dengan pemakaian bahasa yang merupakan salah satu bagian dari bidang studi
sosio-linguistik.Oleh karena itu,sosiolinguistik memandang bahwa suatu bahasa
tidak pernah homogen,ia akan selalu terdiri atas ragam-ragam yang terbentuk
menurut kelompok-kelompok sosial yang ada.
1.2.
Masalah
1. Bagaimanakah cara
penamaan dalam metode penelitian sosiolinguistik?
2. Bagaimana pemakaian
bahasa sosiolinguistik?
1.3.
Tujuan
Dalam suatu penelitian sosiolinguistik yang paling
penting diingat ialah bahwa setiap kata kelompok sosial yang dijadikan variable
indepeden harus terwakili didalam sampel yang dijadikan sumber data.Dengan
demikian,jika kategori variable penelitiannya adalah perempuan dan pria,usia
muda dan tua,kelas sosial tokoh dan nontokoh,maka kategori ini haruslah
terwakili di dalam sampel penelitian tersebut.
Pada dasarnya perihal penelitian sosiolinguistik,
penerapan metode cakap dalam penelitian sosiolinguistik, termasuk penelitian
pemakaian bahasa, serupa dengan penerapan metode survey. Keduanya menggunakana
sejumlah pertanyaan yang dapat memancing munculnya informasi yang di perlukan.
BAB II
PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK
2.1.Perihal Penelitian Sosiolinguistik (Pemakaian
Bahasa )
Bidang
linguistik yang disebut bidang studi pemakaian bahasa merupakan bagian terbesar
dari pembahasan dalam bidang antar disiplin yang disebut sosiolinguistik. Dengan
kata lain, bidang linguistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang merupakan
salah satu bagian dari bidang studi sosio-linguistik.
Dengan demikian, penelitian pemakaian bahasa masuk ke
dalam penelitian sosiolinguistik, terutama
jika dibicarakan adalah pemakaian bahasa menurut konteks social
penggunanya. Dalam hal itu, sosiolinguistik itu sendiri merupakan bidang harapan
antardua disiplin ilmu. Yaitu linguistik yang berkutat dengan masalah kebahasaan
di satu sisi, dengan disiplin sosiologi yang menaruh perhatian pada masalah
social/masyarakat di sisi yang lain.
Pada pemulaan dasawarsa1960-an banyak muncul kajian yang
mencoba mengaitkan masalah kebahasaan dengan masyarakat.kajian ini merupakan bentuk
lain dari kejadian bahasa yang sebelumnya hanya berkutat mempersoalkan masalah
kebahasaan sebagai suatu system, yang lepas dari konteks sosialnya (instrnalnya
).
Hal inilah yang menyebabkan lahirnya dua istilah, yaitu sosiolinguistik
untuk bidang yang titik tekannnya pada masalah kebahasaan, dan sosioligi bahasa
untuk bidang kajian yang titik tekannya pada masalah social ( kemasyarakatan ).
Dalam pada itu, sosiolinguistik lalu dipandang sebagai subdisiplin dari studi
linguistik, sedangkan sosiologi bahasa yang dipandang sebagai subdisiplin dari
sosiologi.
Untuk itu perbedaan antara subidang sosiolinguistik
dengan sosiologi bahasa dipandang tidaklah terlalu urgen. Dengan demikian,
sosiolinguistik didefenisikan sebagai subidang intrsipliner bahasa dengan
sosiologi yang mengkaji fenomena kebahasaan dalam kaitannya dengan factor
sosial, termasuk kelas sosial, jenis kelamin, usia, dan etnisitas atau dalam
waktu yang bersamaan mengkaji fonemena social dengan menggunakan penjelasan
atas dasar evidensi kebahasaan.
Sosiolinguistik dikelompokan pada dua subbidang, yaitu
mikrososiolnguistik dan makrososiolnguistik. Apabila yang pertama mengacu pada
kajian bahasa pada komunikasi antarpersonal, yang kedua mengacu pada tingkat yang lebih tinggi dari pada
tingkat komunitas.
Subbidang kajian sosiolinguistik, maka yang menjadi
lahan kajian pemakain bahasa berhubungan dengan upaya membedakan ragam-ragam
atau varietas-varietas bahasa, yang oleh Haliday(1978) dibedakan atas varietas
bahasa berdasarkan pemakainya. Berdasarkan pemakaiannya, Haliday membedakan
varietas bahasa atas tiga subdemensi, yaitu subdemensi bidang (field ), yaitu
subdimensi yang berhubungan dengan apa bahasa itu dipakai, subdemensi cara (
mode ), yaitu subdimensi yang berhubungan dengan medium apa yang akan digunakan
pada peristiwa berbahasa tersebut, dalam hal ini dapat lisan atay tulisan. Dan
subdimensi tenor, yaitu subdimensi yang mengacu pada hubungan peran para
pertisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa.
Berdasarkan pada perpaduan dari tiga subdimensi diatas,
terbentuklah apa yang disebut laras bahasa( register ), yaitu ragam atau
varietas bahasa yang dibeda-bedakan menurut bidang wacana (pokok
pembicaraannya). Menurut modiumnya (tulis dan lisan), dan menurut tenornya (
gaya resmi atau santai dan lainnya ). Apa yang dipaparkan diatas merupakan
pandangan konseptual tentang pemakaian bahasa secara sempit. Namun secara luas,
pemakaian bahasa dapat dimaknai sebagai penggunaan bahasa disamping menurut
dimensi situasi diatas juga mencakup dimensi menurut siapa menggunakan bahasa
itu.
Ihwal siapa yang menggunakan bahasa itu,tentulah
masyarakat tuturnya,yang dalam hal ini masyarakat itu sendiri tidaklah pernah
bersifat homogen, ia selalu hadir dalam bentuk heteroginitas. Artinya dalam
masyarakat tutur itu akan terpolarisasi atas kelompok-kelompok social yang
masing-masing memliki kesamaan fitur.
Oleh karena itu, sosiolinguistik memandang bahwa sesuatu bahasa tidak pernah
homogen, ia akan selalu terdiri atas ragam-ragam yang terbentuk menurut
kelompoik-kelompok sosial yang ada.
- Penarikan sample penelitian sosiolinguistik
Dalam penelitian bahasa sampel yang
besar tidak diperlukan,karena perilaku linguistik cenderung lebih homogeny
dibandingkan dengan perilaku-perilaku yang lain (periksa sankoff dalam Milroy,1987).
Ashen (1978) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian sosiolinguistik yang
hasilnya telah diterbitkan ternyata menggunakan sampel dalam jumlah yang tidak
besar. Namun yang paling penting di ingat ialah bahwa setiap kategori kelompok
sosial yang di jadikan sumber data. Dengan demikian, jika kategori variable
penelitiannya adalah perempuan dan pria, usia muda dan tua, kelas sosial tokoh
dan nontokoh,maka kategori ini haruslah terwakili di dalam sampel penelitian.
- Penentuan Kelas Sosial
Selanjutnya, yang perlu dikemukakan
sehubungan dengan penarikan sampel adalah pengkategorikan kelompok sosial yang
akan dijadikan kategori penentuan sampel penelitian.Hal ini penting karena
masyarakat tutur yang akan menjadi sasaran penelitian bukanlah sesuatu yang homogenya,
tetapi bersifat heterogen, yang secara bersama-sama membentuk masyarakat tutur
tersebut. Untuk itu,penentuan kelompok/strata sosial yang akan menjadi sumber
data perlu dilakukan sacara cermat.
2.1.2.
Metode
Penyediaan Data
Metode yang dapat digunakan dalam
tahap penyediaan data untuk penelitian sosiolinguistik, sebenarnya dapat
memanfaatkan jenis-jenis metode yang digunakan dalam penelitian sosial. Namun, pada
prinsipnya, setidak-tidaknya ada tiga metode yang dapat digunakan,yaitu:
1.
Metode
Simak (Pengamatan/Observasi)
Metode
simak merupakan metode yang digunakan
dalam penyediaan data dengan cara penelitian melakukan penyimakan
penggunaan bahasa.Dalam ilmu sosial,metode ini dapat disejajarkan dengan metode
pengamatan/observasi.
Metode ini memiliki teknik dasar
yaitu teknik sadap. Dikatakan demikian karena dalam praktik penelitian
sesungguhnya penyimakan itu dilakukan dengan menyadap pemakaian bahasa dari
informan. Sebagai teknik dasar, maka ia memiliki teknik lanjutan, yaitu teknik
simak bebas libat cakap dan teknik simak libat cakap, catat, dan rekam.
Metode
simak dengan teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dimaksudnya si peneliti
menyadap perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur
tersebut. Jadi, penelitian hanya sebagai pengamat.teknik ini digunakan dengan
dasar pemikiran bahwa perilaku berbahasa hanya dapat benar-benar dipahami jika
peristiwa berbahasa itu berlangsung dalam situasi yang sebenarnya yang berada
dalam konteks yang lengkap.
2. Metode Survei
Metode
survei adalah metode penyediaan data yang dilakukan melalui penyebaran
kuesioner atau daftar tanyaan yang terstruktur dan rinci untuk memperoleh
informasi dari sejumlah besar informasi yang dipandang representative mewakili
populasi penelitian. Survei dapat bersifat deskriptif dan eksplanatorer. Apabila
yang pertama dimaksudkan untuk memberikan populasi yang sedang dikaji, maka yang kedua lebih bersifat lanjutan, yaitu
bermaksud menjelaskan hubungan-hubungan yang ada yang telah dijumpai di dalam
survei deskritif. Dengan demikian, kedua jenis survei ini pada dasarnya adalah
satu kesatuan, karena sebuah kajian yang komprehensif tidak hanya bersifat
penggambaran tentang populasi yang diteliti, tetapi harus pula dapat
menjelaskan mengapa kondisi populasi itu sedemikian adanya. Dengan kata lain, Deskripsi
yang baik haruslah berisi penjelasan-penjelasan yang memadai, dan dalam pada
itu penjelasan yang memadai hanya dimungkinkan dilakukan jika tersedia
deskripsi yang memadai pula.
3. Metode Cakap (Wawancara)
Metode
Cakap dalam penelitian ilmu sosial dikenal dengan nama metode wawancara atau
interview merupakan salah satu metode yang digunakan dalam tahap penyediaan
data yang dilakukan dengan cara penelitian melakukan percakapan atau kontak
dengan penutur selaku narasumber. Dalam praktik penelitian sesungguhnya bahwa
untuk mendapatkan data si peneliti harus secara sungguh memanfaatkan segala
potensi yang ada pada dirinya untuk memancing informasi agar mau berbicara.
Pada
dasarnya penerapan metode cakap dalam penelitian sosiolinguistik, termasuk
penelitian pemakaian bahasa, serupa dengan penerapan metode survei. Keduanya menggunakan
sejumlah pertanyaan yang dapat memacing munculnya informasi yang diperlukan. Selain
kedua teknik lanjutan diatas, metode cakap ini juga memiliki dua lagi teknik
lanjutan yaitu teknik catat dan teknik rekam.seperti halnya pada penerapan
metode simak, kedua teknik lanjutan ini juga dapat digunakan secara bersamaan
dengan penerapan salah satu dari dua teknik cakap sebelumnya: teknik cakap
semuka atau teknik cakap tansemuka.
2.1.3
Metode
Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang
dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan
upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang
berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tak
sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokan data tentu harus
didasarkan pada apa yang menjadi tujuan penelitian.
Tujuan
penelitian itu sendiri adalah memecahkan masalah yang memang menjadi fokus
penelitian.jika dalam penelitian itu terdapat hipotesis, jawaban tentative
terhadap masalah penelitian yang memerlukan pembuktian, maka sesungguhnya
masalah, Hipotesis, dan tujuan penelitian merupakan suatu kesatuan yang
membimbing ke arah mana analisis data (termasuk penyediaan data) itu dilakukan.
Oleh karena itu, ingatan peneliti terhadap ketiga hal itu dalam rangka analisis
data haruslah benar-benar terfokus. Dengan dasar itulah pengelompokan, pengklasifikasian
data dapat dilakukan.
a.
Analisis
Kualitatif
Penelitian
kualitatif kegiatan penyediaan data
merupakan kegiatan yang berlangsung secara simultan dengan kegiatan analisis
data. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linear. Hal ini tentu tidak lepas pula
dari hakikat penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena
sosial termasuk fenomena kebahasaan yang tengah diteliti,,yang berbeda dengan
hakikat penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang
sedang dikaji. Istilah memahami dan menjelaskan merupakan dua istilah yang
penekanannya berbeda. Jika dalm istilah memahami mengandung arti sebagai upaya
menelusuri alasan-alasan mengetahui suatu fonemena yang diteliti dengan
berangkat dari pemahaman para pelakunya sendiri, sedangkan dalm istilah
menjelaskan mengandung arti upaya menjelaskan faktor penyebab atau kualitas
suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti.
b.
Analisis
Kuantitatif
Seperti
disebutkan diatas, bahwa data kebahasaan merupakan salah satu data yang hadir
dalam bentuk data kualitatif. Data ini bukan berarti tidak dapat dianalisis
secara kuantitatif. Ia dapat dianalisis secara kuantitatif dengan terlebih
dahulu mengubah menjadi data dalam bentuk angka. Hal inilah yang akan menjadi
focus pembicaraan dalam bagian ini, yaitu bagaimana langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam mengubah data kebahasaan yang berupa data kualitatif itu menjadi
data kuantitatif yang siap dianalisis secara statistika.
2.1.4. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil
analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas masalah yang
hendak dipecahkan, haruslah disajikan dalam bentuk teori.Dalam menyajikan hasil
temuan penelitian di atas,terdapat dua metode. Kedua metode ini adalah metode
formal dan informal. karena pada prinsipnya,penyajian hasil analisis baik itu
untuk tujuan kajian linguistik sinkronis, linguistik diakronis, maupun
sosiolinguistik adalah sama.
Hasil analisis
dapat disajikan secara metabahasa atau menurut sistem tanda. Secara metabahasa
artinya analisis bahasa dinyatakan dengan bahasa. Metode semacam ini bisa
disebut metode metabahasa saja. Dalam literatur lain metode serupa disebut
metode informal (Sudaryanto, 1993). Sementara itu, menurut sistem tanda, hasil
analisis bahasa direproduksi dalam berbagai bentuk nonbahasa, seperti simbol,
ikon, indeks, atau sistem tanda lain yang diwujudkan dalam bentuk tabel,
grafik, bagan, skema, dan gambar. Karena sangat erat kaitannya dengan sistem
tanda ini, agaknya metode ini dapat diperkenalkan sebagai metode semiotik.
Dalam pengertian yang serupa, Sudaryanto (1993) menyebutnya sebagai metode
formal.
Untuk penyajian
hasil analisis dengan metode metabahasa, peneliti perlu mempertimbangkan
beberapa faktor seperti tata urut penyajian, dan cara merumuskan kaidah. Tata
urut penyajian yang dijadikan pedoman mengikuti hirarki sebagai berikut: (1)
dari tataran yang rendah ke tataran yang tinggi, atau sebaliknya, (2) dari
tataran yang sederhana ke tataran yang lebih rumit, (3) dari yang pasti ke yang
mungkin, dan (4) dari yang dasar ke bentuk turunan. Sementara itu, cara
merumuskan kaidah seringkali akan mengikuti logika-logika bahasa atau
silogisme, misalnya (1) (a). proposisi adalah k; (b) proposisi selalu k; (c)
Semua proposisi adalah k, (2) proposisi1’ adalah k1’, sedangkan proposisi2”
adalah k2”, (3) jika proposisi1 adalah k1 , maka proposisi2 adalah k2, (4) gabungan-gabungan
di antara ketiganya.
Untuk penyajian hasil analisis dengan metode
semiotik, peneliti perlu memperhatikan logika dan seni visualisasi sistem
tanda. Besar-kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek, arsiran-tidak arsiran sebuah
sistem tanda yang disajikan dalam tabel dan seterusnya tersebut dapat menaksir
logika dan seni visualisasinya. Namun demikian, isi hasil analisis verbal
dipandang lebih akuntabel dari pada indahnya visualisasi sistem tanda.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Sebagaimana dikemukakan di awal, objek
kajian bisa diteliti berdasarkan tiga langkah-langkah yang penting, yaitu
langkah penyediaan data, langkah analisis data, dan langkah penyajian hasil
analisis. Ada prinsip yang wajib diingat dalam konteks penelitian
sosiolinguistik, yaitu bahwa aspek luar bahasa sangat signifikan menjelaskan
atau dijelaskan oleh bahasa itu sendiri. Artinya, konsep dasar kajian
sosiolinguistik adalah konsep korelasi. Yang dilakukan peneliti di bidang ini
adalah mengkorelasikan bahasa dengan aspek sosial (baca sosial budaya
masyarakat). Memang, ada persoalan
penamaan dalam metode penelitian sosiolinguistik, walaupun para penelitinya
merasa bahwa penamaan bukan masalah yang
urgen untuk membuat keputusan meneruskan atau menghentikan penelitian
sosiolinguistik itu karena tanpa penamaan terhadap jenis-jenis metode itu pun,
mereka telah dapat mengamati dan menjelaskan isu-isu dalam kajian
sosiolinguistik.
DAFTAR
PUSTAKA
Mashun. 2011. Metode
Penelitian Bahasa. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Wardhaugh,Ronald.1986.An introduction to Sociolinguistics.Oxford:Basil Blackwell